Berdasarkan berbagai penelitian, hewan yang digunakan dalam rantai pasokan makanan adalah makhluk yang peka, sensitif, dan kompleks secara emosional.
Gambar Ayam : Berbeda dengan penggambaran mereka yang tidak cerdas dalam budaya populer, ayam dapat mengalami tekanan psikologis, kebosanan, dan frustrasi serta menyayangi orang tua ketika diizinkan menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka.
Gambar Babi : Babi adalah salah satu hewan ternak yang paling cerdas. Babi dapat menggunakan alat, berpikir abstrak dan mengantisipasi kejadian di masa depan, serta mampu berempati dengan sesama babi.
Gambar Sapi : Sapi adalah makhluk emosional yang dapat mengembangkan ikatan erat dengan keturunannya dan sesama hewan dan menjadi bersemangat ketika mempelajari sesuatu yang baru.
Penerapan Kesrawan pada hewan ternak merupakan salah satu aspek yang diatur dalam cara budidaya ternak yang baik (ASEAN Good Animal Husbandry Practices), tetapi belum diatur secara rinci sehingga penerapannya masih bervariasi dan belum terstandar. Di Indonesia, penerapan kesrawan mengikuti 5 prinsip kebebasan hewan dunia yang telah diakui oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) yang kemudian dituangkan dalam UU No.18 th 2009 jo UU No.41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 Tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 Tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan telah mengatur bahwa konsep lima kebebasan harus diterapkan dalam berbagai kegiatan, yang meliputi pengangkutan, perawatan, penanganan, dan penempatan hewan.
Pemenuhan kesejahteraan hewan adalah hal dasar yang tidak boleh diabaikan sebagaimana telah tertulis dalam pasal 66 (1) UU No. 18 tahun 2009 Jo UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pasal ini mengatur syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk kepentingan kesejahteraan hewan, termasuk kondisi fisik dan mental dalam kaitannya dengan penangkapan hewan, penempatan, penyembelihan, perawatan dan pengangkutan. Pasal yang sama juga mensyaratkan bahwa hewan harus bebas dari rasa sakit, rasa takut, atau tekanan selama melakukan kegiatan tersebut.
Peraturan Nomor 95 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan telah mengatur bahwa konsep lima kebebasan harus diterapkan dalam berbagai kegiatan, yang meliputi pengangkutan, perawatan, penanganan, dan penempatan hewan. Namun pada praktiknya, pemenuhan kesejahteraan hewan di peternakan masih sering diabaikan dan kurang diawasi oleh pemerintah, padahal aturan hukum sudah mencakup beberapa aktivitas yang melibatkan hewan ternak, seperti:
- Penyembelihan : Peraturan dan persyaratan prosedural tertentu terkait hewan ternak, seperti memiliki izin pembukaan dan pengoperasian rumah potong hewan sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian No.557/KPTS.240/9/1986 tentang Syarat-Syarat RPH dan Usaha Pemotongan Unggas, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 13/PERMENTAN/OT.140/1/2010 Tahun 2010 Persyaratan RPH Ruminasia dan Unit Penanganan Daging serta bagaimana hewan tersebut disembelih harus sesuai dengan standar dari Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE).
- Pengawasan : Pada pasal 83(4) mensyaratkan bahwa setiap kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan, penanganan, penempatan, pemeliharaan, pengangkutan, pemanfaatan, perlindungan, penyembelihan, dan praktik kedokteran perbandingan harus dilakukan oleh orang yang memiliki “kompetensi di bidang kesejahteraan hewan”, tetapi definisi ini dianggap terlalu luas. Tidak disebutkan dengan jelas apakah cukup memiliki sertifikat kompetisi khusus atau pendidikan/pengalaman di lapangan yang lebih memadai.
- Penerapan Biosekuriti : Penerapan biosekuriti dalam sistem pemeliharaan ternak harus dilakukan untuk mempertahankan status penyakit tertentu dan mencegah masuk serta menularnya agen penyakit infeksius tertentu yang dapat mengancam kesehatan hewan dan manusia. Pasal 5, Peraturan No. 95 Tahun 2012 tentang Kesejahteraan Hewan dan Masyarakat Veteriner, juga menetapkan beberapa pertimbangan untuk praktik yang baik, yang meliputi pemisahan hewan sakit dari hewan yang sehat, mewajibkan kebersihan, menyediakan obat untuk hewan sakit, dan memberi mereka makan dengan aman, sesuai dengan kebutuhan fisiologis hewan.
- Penggunaan Antibiotik : Penggunaan antibiotik yang terus menerus secara berlebihan pada hewan ternak, dapat menimbulkan masalah bakteri super atau “superbug” yang resistensi antimikroba (Antimicrobial Resistance/AMR). FAO menyatakan resistensi antimikroba dapat menyebabkan gangguan produksi pada sektor peternakan, dan kesehatan masyarakat secara global melalui rantai makanan. Mengonsumsi daging hewan ternak yang diberikan antibiotik secara berlebihan, dapat mengakibatkan orang yang mengkonsumsi hewan tersebut berisiko kebal terhadap penyakit. praktik pemberian antibiotik secara berlebihan dapat menjadi penyebab terbentuknya resistensi antibiotik. Larangan penggunaan antibiotik sebagai imbuhan pakan tertuang dalam Pasal 16, Permentan No 14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan. Lebih lanjut, Pasal 17 menjelaskan percampuran obat hewan dalam pakan untuk terapi, harus sesuai dengan petunjuk dan di bawah pengawasan dokter hewan. Larangan tersebut mengacu pada UU No 41/2014 Jo. UU No 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Padahal, Peternakan yang memperhatikan pemenuhan kesejahteraan hewan dengan baik pada hewan di fasilitasnya dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi hewan, namun juga bermanfaat bagi manusia & lingkungan. Jika pemenuhan kesejahteraan hewan dilakukan sesuai amanat undang-undang dan sesuai prosedur, terdapat banyak sekali manfaat yang dapat dituai dalam berbagai aspek, yaitu :
- Memelihara hewan dengan memperhatikan asas 5F dapat menggunakan lebih sedikit pakan, bahan bakar, dan air daripada peternakan intensif, hal ini tentu dapat mengurangi biaya dan polusi dari peternakan;
- Dapat menciptakan lapangan kerja yang paham dg kesehatan (mental & fisik) pekerja, meningkatkan keuntungan, dan menjaga pasokan makanan lokal tetap sehat;
- Lingkungan, manusia dan hewan yang tinggal di dekat peternakan dapat terbebas dari limbah berbahaya dan polusi;
- Emisi gas rumah kaca dapat berkurang apabila hewan dalam kondisi sehat dan dipenuhi standar kesejahteraannya dengan baik;
- Konsumen terbebas dari bahaya antimikroba resisten;