Wednesday 17 January 2024

Kisah Tragis Harimau di Medan Zoo, Menutupnya Bukan Solusi Bijak

Seekor harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) berada di dalam kandang yang tak terawat di kebun binatang Medan Zoo, Medan, Sumatera Utara, Senin (15/1/2024). ANTARA FOTO/Yudi/nz

tirto.id – Harimau mati meninggalkan belang, tapi di Medan Zoo mereka mati menguak kisah yang malang. Medan Zoo alias Kebun Binatang Medan kembali membawa kabar duka. Kematian Nurhaliza, harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) betina berusia 9 tahun, menambah daftar satwa yang mati di kebun binatang itu.

Nurhaliza mendapatkan medical check-up terakhir pada 14 November 2023. Kala itu, hasil temuan tim medis mendapati sejumlah masalah kesehatan seperti gangguan paru dan napas yang tersengal. Pada hari terakhir 2023, tepatnya Minggu (31/12/2023), Nurhaliza ditemukan mati pukul 16.48 WIB.

Diagnosa medical check-up sebelumnya menyatakan, Nurhaliza mengalami pneumonia dan renal disease. Sebelum kematian, kondisi Nurhaliza dikabarkan terlihat lesu, nafsu makan turun, pergerakan lambat dan lemah, serta sesak dan sering muntah setelah makan.

Kematian Nurhaliza menandakan harimau ketiga yang mati di Medan Zoo sejak November 2023. Sebelumnya, harimau Sumatera lain mati karena malnutrisi pada November 2023. Ditambah, seekor harimau benggala bernama Avatar juga mati awal Desember 2023.

Medan Zoo memang menjadi sorotan belakangan ini karena kondisi dan pengelolaannya yang mengkhawatirkan. Sejumlah video kondisi Medan Zoo yang tersebar di media sosial (medsos), banyak memperlihatkan keadaan kebun binatang yang tidak terawat dengan kondisi satwa yang malang. Harimau yang tersisa di sana juga mengalami sakit dengan kondisi tubuh yang kurus.

Kondisi Medan Zoo memprihatinkan karena terlilit utang pakan dan kabar bahwa pegawai mereka belum digaji. Pandemi COVID-19 disebut menjadi penyebab krisis uang dan buruknya pengelolaan di Medan Zoo.

Juru Kampanye di The Wildlife Whisperer of Sumatra, Arisa Mukharliza, menyampaikan Medan Zoo merupakan satu-satunya kebun binatang di Sumatera Utara yang memiliki harimau Sumatera terbanyak. The Wildlife Whisperer of Sumatra merupakan lembaga pemerhati satwa liar yang beberapa tahun terakhir ini memantau perkembangan Medan Zoo.

Arisa menambahkan, kini masih ada empat harimau tersisa di Medan Zoo yang mengalami kondisi sakit. Menurut dia, semua pihak perlu bersiap dengan datangnya kabar kematian harimau lain dari Kebun Binatang Medan.

“Bintang Sorik, (harimau) jenis kelamin jantan saat ini dalam keadaan kritis dan dari prognosa dokter hewan dinyatakan infausta artinya tidak dapat disembuhkan lagi. Sisanya (harimau lain), prognosis dubia, kesembuhannya diragukan,” kata Arisa kepada reporter Tirto, Selasa (16/1/2024).

Dia bercerita, sudah banyak cara dilakukan PUD Pembangunan Medan selaku BUMD yang mengurus Medan Zoo, untuk meningkatkan perputaran ekonomi tempat itu. Sayangnya, berbagai cara itu tidak berjalan sesuai rencana dan membuat Medan Zoo sulit bangkit dari keterpurukan.

“Sarana prasarana tidak memadai, kebersihan lingkungan buruk, dan sering kita dengar tiap berkunjung ke Medan Zoo ‘bau busuk’ menjadi keluhan bagi para tamu. Apalagi jika kita nilai sebagai lembaga konservasi, Medan Zoo buruk sekali,” ujar Arisa.

Arisa menilai alasan keterpurukan Medan Zoo yang hanya disebabkan dampak pandemi tidak ideal. Di sisi lain, justru alasan terpuruknya Medan Zoo berpotensi karena ada ketidakprofesionalan pengelola terhadap tempat tersebut.

“Bisa juga disebabkan karena dikelola oleh orang-orang yang kurang profesional, tidak mengerti satwa, dan menjalankan kebun binatang juga tidak penyayang binatang,” tambah dia.

Semrawut Tanggung Jawab

Arisa menegaskan, Pemerintah Kota Medan seharusnya mengambil alih permasalahan ini. Dia meminta adanya pertemuan dengan dinas-dinas terkait agar ada solusi atas masalah pengelolaan Medan Zoo.

“Mengingat satwa liar di Medan Zoo ini berstatus satwa titipan dari BBKSDA Sumatera Utara, tuntut tanggung jawab BBKSDA di sini,” kata Arisa.

Dia memandang aneh pengelolaan satwa di Medan Zoo yang hanya titipan namun dibebankan penuh pada lembaga konservasi. Pemerintah seakan abai dengan tanggung jawab yang mereka miliki untuk membantu pengelolaan kebun binatang.

“Hal-hal seperti ini memang sangat aneh. Dan ini common terjadi di negara kita. Satwa titipan negara di lembaga konservasi, tapi beban pembiayaan ditekankan pada pengelola sepenuhnya,” tegas Arisa.

Dia menilai keselamatan satwa saat ini harus menjadi prioritas. Peluang kerja sama dengan swasta bisa menjadi solusi walaupun dengan sejumlah risiko. Yang terpenting, kata dia, jika ada pergantian pengelola harus dilihat latar belakangnya agar memenuhi pengalaman di bidang konservasi dan perawatan satwa.

Background seperti ini yang tidak dimiliki oleh PUD Pembangunan sebagai pengelola. Di 2022, kita membahas animal welfare saja mereka tidak paham,” ujar Arisa.

Direktur Kehutanan, Yayasan Auriga Nusantara, Supintri Yohar, menyatakan masalah pengelolaan di Medan Zoo menandakan satwa hanya dijadikan komoditas belaka. Seharusnya, kata dia, satwa tetap wajib dirawat dengan baik tanpa bergantung pada pendapatan tiket kebun binatang.

“Semua pihak yang memiliki ketidaksanggupan itu harus dievaluasi dan izinnya itu harus dicabut,” kata Supintri kepada reporter Tirto, Selasa (16/1/2024).

Menurut dia, jika memang pengelola dan pemerintah daerah tidak sanggup, masih ada opsi untuk kerja sama dengan swasta. Di sisi lain, banyak lembaga konservasi yang seharusnya dapat membantu permasalahan satwa di Medan Zoo.

“Harus hati-hati juga dia punya kemampuan dan keahlian enggak? Jangan-jangan sama juga. Pihak swasta salah sasaran justru satwa itu ada kemungkinan dijual ke pihak lain,” ujar Supintri.

Dia mendesak BBKSDA Sumatera Utara dan Kementerian LHK untuk bertindak cepat menangani persoalan ini. Keselamatan satwa yang tersisa harus menjadi prioritas untuk dilakukan penanganan.

“Kalau pihak-pihak yang tanggung jawab lalai apa bedanya dengan pembunuhan satwa di alam liar,” tegas dia.

Ketua Animals Don’t Speak Human (ADSH), Fiolita Berandhini, menganggap Pemkot Medan gagal menghadirkan kesejahteraan hewan di Medan Zoo. Alih-alih membuat kebun binatang, kata dia, pemerintah seharusnya juga fokus untuk membantu tempat rehabilitasi satwa untuk tujuan pelepasliaran di alam.

“Perlindungan habitat satwa sehingga populasinya di alam tetap terjaga,” kata Fiolita kepada reporter Tirto, Selasa kemarin.

Fiolita menilai, Kementerian LHK selaku pemberi izin harus mencari solusi bersama dalam penanganan hewan yang sakit dan terbengkalai secara cepat. Seperti segera mendatangkan dokter hewan untuk memberikan perawatan medis.

Inspeksi berkala, kata dia, perlu dilakukan Kementerian LHK dan BBKSDA serta tim independen untuk memastikan bahwa pengelola kebun binatang melakukan pemenuhan kesejahteraan hewan.

“Jika mendapati pelanggaran maka seharusnya ada upaya pemberian sanksi tegas,” ujar Fiolita.

Kondisi Terkini Medan Zoo

Ketua Komisi III DPRD Kota Medan, Afif Abdillah, menegaskan penutupan Medan Zoo atau Kebun Binatang Medan bukan merupakan pilihan yang layak walaupun tiga ekor harimau mati.

“Kami sangat prihatin atas kondisi Medan Zoo saat ini. Tetapi saya tegaskan, penutupan bukan opsi yang layak untuk dipertimbangkan,” kata Afif di Medan, Senin (15/1/2024) sebagaimana dikutip Antara.

Ia menawarkan pilihan bekerja sama dengan perusahaan swasta, baik lokal maupun nasional agar menjadi “bapak asuh” setiap jenis satwa akibat belum adanya investor mengelola kebun binatang ini.

“Misalnya perusahaan A menjadi ‘bapak asuh’ satwa gajah, perusahaan B ‘bapak asuh’ rusa, perusahaan C ‘bapak asuh’ harimau, dan seterusnya,” tutur Afif.

Sebelumnya, opsi penutupan kebun binatang ini sempat dilontarkan oleh Wali Kota Medan, Bobby Nasution, pekan lalu. Karena tidak sanggup membeli pakan satwa dan membayar gaji pegawai, maka opsi menutup Medan Zoo menjadi pilihan.

“Ada beberapa opsi kita buat, tentunya harus melihat segala aspek. Opsi dibuka, ditutup, kita opsi relokasi pastinya opsi-opsi yang sudah kita list (daftar),” ungkap Bobby, sebagaimana diberitakan Antara.

Di sisi lain, Perhimpunan Kebun Binatang se-Indonesia (PKBSI) saat ini tengah membantu penanganan permasalahan satwa di kebun binatang Medan Zoo di Medan, Sumatera Utara.

“Upaya itu adalah inisiatif PKBSI. Kami sudah membantu secara teknis dengan menempatkan empat personel di Medan Zoo untuk pengelolaannya,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKBSI Tony Sumampau di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (15/1/2024).

Selain membantu teknis pengelolaan, kata dia, PKBSI juga memberikan bantuan pakan kepada satwa di Medan Zoo Rp3 juta per hari. Hanya saja, lanjutnya, dalam aspek bantuan pembiayaan PKBSI punya keterbatasan sehingga hanya bisa dalam waktu tertentu.

“Untuk bantuan pembiayaan pakan satwa, PKBSI maksimal hanya dapat memberikan hingga empat bulan ke depan,” kata Tony yang juga Komisaris Lembaga Konservasi eks situ satwa Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Bogor itu.

Medan Zoo memiliki jumlah kandang 76 unit dengan satwa sebanyak 255 ekor terdiri atas 163 ekor aves, 60 ekor mamalia dan 32 ekor reptil di lahan 10 hektare dari total seluas 30 hektare. Terkini, jumlah itu berkurang karena adanya satwa yang mati, termasuk tiga harimau baru-baru ini.

Melalui keterangan resmi, Balai Besar KSDA (BBKSDA) Sumatera Utara sebetulnya sudah melakukan pemantauan pada Lembaga Konservasi Medan Zoo sejak April 2023. Hasil pemantauan mendapati fakta bahwa pengelolaan satwa belum memenuhi standar pengelolaan Lembaga Konservasi, terutama terkait animal welfare.

BBKSDA Sumatera Utara menyatakan fasilitas kandang dan tata kelola lingkungan, serta kondisi kandang yang lembab mengakibatkan penurunan kesehatan satwa. Pihak manajemen Medan Zoo menyampaikan memang ada kendala dan kesulitan dalam pelaksanaan operasional kebun binatang.

Alasan itu membuat rekomendasi tindakan dari BBKSDA Sumatera Utara kepada pengelola belum mengalami kemajuan yang berarti.

 

Daftar Pustaka

https://tirto.id/kisah-tragis-harimau-di-medan-zoo-menutupnya-bukan-solusi-bijak-gUyC

SHARE THIS POST

Diskusi