Tingkah aktris Lucinta Luna dikecam sejumlah pihak. Dalam video yang diunggah di Youtube baru-baru ini, Lucinta bersama rekan-rekannya merekam tengah menunggangi lumba-lumba yang berenang dalam posisi terbalik. Mereka memegang sirip dan berteriak-teriak. Diduga aksi itu dilakukan di Dolphin Logde Bali, yang berada di kawasan Pantai Mertasari, Sanur. Tempat penangkaran berada di tengah lautan dengan jarak berkisar 100 meter dari bibir pantai yang hanya bisa dijangkau dengan perahu. Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar mengatakan tempat tersebut izin operasinya telah dicabut sejak 2020 atau dengan kata lain ilegal.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti jadi salah satu pesohor yang mengkritik kelakuan tersebut. “Banyak orang mengira uang dan ketenaran dapat membeli dan mengizinkan untuk melakukan apa saja, termasuk kebodohan dan kebodohan,” tulis Susi melalui Twitter, Kamis (15/4/2021). Menurut aktivis perlindungan hewan Animal Don’t Speak Human (ADSH) Violita Berandhini, satwa apa pun itu bukanlah properti yang bisa dimiliki dan dieksploitasi seenaknya. “Satwa merupakan makhluk hidup yang patut dihormati sebagaimana manusia yang ingin dihormati,” katanya saat dihubungi wartawan Tirto, Jumat (16/4/2021) sore. Vio menjelaskan bahwa selama ini banyak satwa—yang dijadikan alat penyenang manusia—menderita.
Para hewan dibuat lapar untuk mau melakukan atraksi-atraksi. Soal ini penonton kadang tak tahu. Praktik-praktik seperti ini kerap dimaklumi dengan alasan mengedukasi publik, yang tentu tidak dapat diterima. “Jika memang sirkus lumba diizinkan dengan alasan edukasi, apakah dengan menumpangi lumba-lumba dalam kondisi terbalik, menyuruh lumba untuk melakukan atraksi, adalah rangkaian dari kegiatan yang mengedukasi?” Baca juga: Pelaku Penganiayaan Hewan Bisa Diancam Hukuman Pidana Hukuman yang Bisa Menjerat Penyiksa Kucing Pakai Ciu “Seharusnya pihak pemberi izin secara berkala memeriksa kondisi satwa, baik fisik maupun psikis, untuk memastikan bahwa satwa yang digunakan untuk sirkus tersebut sehat atau malah sebaliknya,” kata dia.
Namun, ketimbang sekadar memantau, menurutnya lebih baik izin sirkus satwa dihilangkan saja sebab tanpa itu penyiksaan terhadap hewan akan terus berulang. Peragaan satwa seperti yang dikenal sekarang dasarnya adalah UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Para pemohon—lembaga pemerintah maupun swasta—harus mengantongi izin Lembaga Konservasi (LK) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan LK adalah memastikan penerapan prinsip kesejahteraan satwa. Kenyataannya, sejauh ini, penegakan hukum bagi LK yang melanggar jarang sekali terdengar.
Oleh karena itu, ketimbang tak bertaring, ia berharap aturan tentang pelaksanaan pemanfaatan satwa dalam bentuk peragaan satwa, penangkaran, perburuan, perdagangan, dan pemeliharaan untuk kesenangan dihapus saja. “Jika aturan ini tidak dihapus, maka semakin banyak satwa dilindungi yang diambil untuk tujuan-tujuan tersebut, yang mana tidak sesuai dengan etik dan pelaksanaannya tidak memenuhi prinsip kesejahteraan satwa,” kata dia. Sementara Direktur Jakarta Animal Aid Network (JAAN) Indonesia Benvika mengatakan selain kekerasan terhadap hewan (animal abuse), apa yang dilakukan Lucinta juga merupakan pembodohan publik, bukan edukasi. Ia mendesak Pemprov Bali untuk bisa mendeteksi lebih banyak lagi kasus serupa yang terjadi di Pulau Dewata.
“Harusnya bagi LK yang melanggar, diperingati atau cabut izinnya. Seharusnya LK memberikan edukasi yang positif dan benar kepada publik, bukan pembodohan yang kita lihat saat ini,” kata Benvika kepada wartawan Tirto, Jumat sore. Baca juga: Sejarah Hari Hak Asasi Binatang yang Jatuh pada 15 Oktober Menilik Eksploitasi Satwa di Sekitar Kita Minta Maaf Setelah videonya viral dan dikecam, Lucinta pun meminta maaf. “Kami mohon maaf kepada semua. Kepada Ibu Susi Pudjiastuti, aktivis, pencinta hewan, serta semuanya. Kami janji enggak akan mengulangi lagi,” tulis Lucinta di Story Instagram yang telah dikonfirmasi sang manajer, Kamis malam. Dia mengaku awalnya hanya diminta untuk berkomunikasi langsung dengan lumba-lumba, memberi makan, dan bermain.
“Ternyata ada adegan kami dibawa oleh lumba-lumba. Kalau itu kami sadari memang kami yang salah mau ikutan,” katanya. “Kalau ini tadi tempat sirkus, kami pun pasti menolak. Jadi lumba-lumba di sana itu lumba-lumba yang didapat seperti lumba-lumba tersesat, terpisah dari grupnya, terdampar, atau yang terluka. Lalu di-rescue dan diletakkan di sini,” katanya. Terkait mengapa bisa ke tempat itu, dia bilang pihak penangkaranlah yang mengundang, sekaligus untuk membantu pariwisata Bali yang terkena dampak COVID-19. Dia juga mengaku telah menanyakan izin, dan pengelolaan mengklaim telah mengantongi dari BKSDA Bali.
Reporter: Riyan Setiawan & Haris Prabowo
Penulis: Riyan Setiawan & Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino